ASKEP SIROSIS HEPATIS
BABA 2
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Pengertian tentang sirosis hepatis antara lain menurut Price, (2005). Bahwa sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati yang tidak berkaitan dengan vaskulator normal.
Pengertian lain tentang sirosis hepatis menurut Doengoes. (1999) adalah penyakit kronis hati yang dikarakteristikan oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi, gangguan fungsi seluler dan selanjutnya aliran darah ke hati.
Sedangkan menurut Engram, (1998) sirosis hepatis adalah penyakit kronis progresif yang dikarakteristikan oleh penyebaran inflamasi dan fibrosis pada hepar.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sirosis hepatis adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati.
B. Patofisiologi
Sirosis hepatis atau jaringan parut pada hepar dibagi menjadi tiga jenis yaitu sirosis portal Laennec (alkoholik, nutrisional), sirosis pasca-necrotik, dan sirosis bilier.
Sirosis laennec (alkoholik, nutrisi onal) merupakan penyakit yang ditandai dengan nekrosis yang melibatkan sel-sel hati. Sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-berangsur digantikan oleh jaringan parut, sehingga jumlah jaringan parut melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Faktor utama penyebab sirosis Laennec yaitu konsumsi minuman beralkohol yang berlebihan sehingga terjadinya perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya, namun defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein juga dapat menimbulkan kerusakan hati.
Sirosis pasca-nekrotik terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan hati, yang sebelumnya memiliki riwayat hepatitis virus dan juga bisa diakibatkan oleh intoksikasi yang pernah diketahui dengan bahan kimia industri, racun, ataupun obat-obatan seperti fosfat, kontrasepsi oral, metil – dopa arseni dan karbon tetraklorida.
Sirosis biliaris yang paling sering disebabkan oleh obstruksi biliaris pasca epatik. Statis empedu yang menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dan kerusakan sel-sel hati dan terbentuknya fibrosa di tepi lobulus. Hati akan membesar, keras, bergranula halus, dan berwarna kehijauan akan mengakibatkan ikterus, pruritus dan malabsorpsi.
Pada awalnya hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak hati akan menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi, nyeri pada abdomen, sedangkan konsentrasi albumin plasma menurun yang menyebabkan predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldesteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium. Terjadinya hipertensi portal di sebabkan adanya peningkatan tekanan vena porta yang menetap di atas nilai normal yaitu 6 sampai 12 cmH2O. Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati dan juga terjadi peningkatan aliran arteria splangnikus. Tekanan balik pada sistem portal menyebabkan splenomegali dan asites.
Asites merupakan penimbunan cairan encer intra peritoneal yang mengandung sedikit protein. Faktor yang menyebabkan terjadinya asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus (hipertensi porta) dan penurunan osmotik koloid akibat hipoalbuminemia.
Perdarahan pada saluran cerna yang paling sering dan paling berbahaya pada sirosis adalah perdarahan dari varises esofagus yang merupakan penyebab dari sepertinya kematian. Penyebab yang lain perdarahan pada tukak lambung dan duodenum yang cenderung akibat masa protombin yang memanjang dan trombositopenia. Perdarahan saluran cerna merupakan salah satu faktor yang mempercepat terjadinya ensefalopati hepatik.
Ensefalopati terjadi bila amonia dan zat-zat toksik lain masuk dalam sirkulasi sistemik. Sumber amonia yang terjadi akibat pemecahan protein oleh bakteri pada saluran cerna. Ensefalopati hepatik yang ditandai oleh kekacauan mental, tremor otot, dan flapping tremor yang juga disebut sebagai asteriksis. Perubahan mental yang terjadi diawali dengan adanya perubahan kepribadian, hilang ingatan, dan iritabilitas yang dapat berlanjut hingga kematian.
C. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien sirosis hepatitis menurut Baughman, Diane C. (2000 dan Engram, (1998).
1. Antasida, vitamin, dan suplemen nutrisi, menghindari alkohol
2. Kolkisin dapat meningkatkan angka survival pada pasien dengan sirosis ringan sampai sedang.
3. Diet rendah protein, rendah lemak, tinggi karbohidrat.
4. Untuk asites
- Diet pembatasan natrium
- Diuretik
- Parasentesis abdominal atau pembedahan (pirau peritoneovena)
5. Untuk perdarahan varises esofagus sekunder terhadap hipertensi portal :
- Transfusi darah
- Lavase salin es
- Infus IV dari vasopresin atau propranolol
- Sklerosis endoskopik atau pembedahan (pirau portokaval atau splenorenal).
6. Untuk sindrom hepatorenal
- Penggantian cairan bila disebabkan oleh dehidrasi
7. Untuk ensefalopati hepatik :
- Laktosa (cephulac) atau neomisin sulfat
- Transplantasi hepar.
D. Pengkajian
Pengkajian pada klien sirosis hepatis menurut Engram (1998) dan Tucker (1998) diperoleh data sebagai berikut :
1. Riwayat atau adanya faktor-faktor risiko :
- Alkoholisme
- Hepatitis viral
- Obstruksi kronis dari duktus koledukus dan infeksi (kolangitis)
- Gagal jantung kanan berat kronis berkenaan dengan korpulmonal
2. Pemeriksaan fisik berdasarkan survei umum (Apendiks F) dapat menunjukkan :
a. Temuan awal
1) Gangguan GI, mual, anoreksia, flatulens, dispepsia, muntah, perubahan kebiasaan usus (disebabkan oleh perubahan metabolisme nutrien).
2) Nyeri abdomen kuadran kanan atas (disebabkan oleh pembesaran hepar)
3) Pembesaran, hepar dapat diraba (pada tahap lanjut penyakit, peningkatan pembentukan jaringan parut yang menyebabkan kontraksi jaringan hepar karenanya mengisutkan hepar.
4) Demam ringan (disebabkan oleh penurunan produksi antibodi).
b. Temuan Lanjut :
1) Asites : dimanifestasikan dengan penambahan berat badan dan distensi abdomen, disertai dengan penampilan dehidrasi pada kasus berat (kulit dan membran mukosa kering, kehilangan massa otot, kelemahan, haluan urine rendah).
2) Hipertensi portal : dibuktikan dengan perdarahan GI dari varises esofagus.
3) Sindrom hepatorenal dimanifestasikan dengan gagal ginjal progresif (peningkatan BUN dan kreatinin serum, penurunan haluaran urine).
4) Ketidakseimbangan endokrin dimanifestasikan dengan :
a. Hipogonadisme (atrofi payudara, penurunan libido, perubahan pada periode menstruasi, ginekomastia pada pria, atrofi testis dengan impotensi).
b. Spider angioma
c. Eritema palmar (dapat disebabkan dari kelebihan estrogen).
5) Ensefalopati hepatik dimanifestasikan dengan perubahan neuropsikiatrik seperti apatis, hiperefleksia, gangguan tidur, kacau mental, mengantuk, hepatikus fetor, asteriksis, disorientasi, dan akhirnya koma dan kematian.
c. Temuan Tambahan :
1) Kelebihan (diakibatkan dari anemia sekunder terhadap gangguan dalam metabolisme nutrien).
2) Kecenderungan perdarahan (disebabkan oleh kerusakan sintesis faktor-faktor pembekuan dan trompositopenia sekunder terhadap depresi sumsum tulang) dibuktikan dengan epistaksis, mudah memar, perdarahan gusi, perdarahan menstruasi hebat.
3) Ikterik (akibat dari kerusakan metabolisme bilirubin).
3. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan fungsi hepar abnormal :
- Peningkatan bilirubin serum (disebabkan oleh kerusakan metabolisme bilirubin).
- Peningkatan kadar amonia darah (akibat dari kerusakan metabolisme protein)
- Peningkatan alkalin fosfat serum, ALT, dan AST (akibat dari destruksi jaringan hepar).
- PT memanjang (akibat dari kerusakan sintesis protombin dan faktor pembekuan).
b. Biopsi hepar dapat memastikan diagnosis bila pemeriksaan serum dan pemeriksaan radiologis tak dapat menyimpulkan.
c. Scan CT, atau MRI di lakukan untuk mengkaji ukuran hepar, derajat obstruksi dan aliran darah hepatik.
d. Elektrolit serum menunjukkan hipokalemia, alkalosis, dan hiponatremia (disebabkan oleh peningkatan sekresi aldosteron pada respons terhadap kekurangan volume cairan ekstraseluler sekunder terhadap asites).
e. TDL menunjukkan penurunan SDM, hemoglobin, hematokrit, trombosit, dan SDP (hasil dari depresi sumsum sekunder terhadap kegagalan ginjal dan kerusakan metabolisme nutrien).
f. Urinalisis menunjukkan bilirubinuria
g. SGOT, SGPT, LDH (meningkat)
h. Endoskopi retrograd kolangiopankreatografi (ERCP) obstruksi duktus koledukus).
i. Esofagoskopi (varises) dengan barium esofagografi.
j. Biopsi hepar
k. Ultrasonografi.
E. Diagnosa Keperawatan
Setelah data dikumpulkan dilanjutkan dengan analisa data untuk menentukan diagnosa keperawatan menurut Engram (1998), Tucker (1998) dan Doengoes (1999), diagnosa keperawatan pada klien sirosis hepatis sebagai berikut :
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah.
2. Volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kehilangan cairan tubuh yang diakibatkan dari muntah, demam, dan selang nasogastrik.
3. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya edema.
4. Risiko tinggi terhadap tak efektif pola pernapasan berhubungan dengan asites.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
F. Perencanaan
Setelah diagnosa keperawatan ditemukan, dilanjutkan dengan menyusun perencanaan untuk masing-masing diagnosa yang meliputi prioritas diagnosa keperawatan, penetapan tujuan dan kriteria evaluasi sebagai berikut :
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah.
Tujuan : Diharapkan perubahan nutrisi tidak terjadi
Kriteria evaluasi
a) Masukan makanan meningkat
b) Berat badan stabil
c) Tidak ada peningkatan lanjut pada edema atau asites
d) Tidak ada mual dan muntah
Intervensi
a) Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori
b) Berikan makanan dalam jumlah yang kecil tapi sering
c) Berikan diet tinggi karbohidrat, rendah lemak, rendah protein, rendah natrium.
d) Berikan makanan halus, hindari makanan kasar sesuai indikasi
e) Berikan oral hygiene sebelum makan
f) Berikan anti emetik sesuai program 30 menit sebelum makan bila ada mual
g) Lakukan pemeriksaan glukosa serum, albumin, total protein, amonia
h) Kolaborasi dengan ahli diet untuk memberikan diet tinggi kalori dan karbohidrat
i) Berikan obat sesuai indikasi (tambahan vitamin, asam folat)
2. Volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kehilangan cairan tubuh yang diakibatkan dari muntah, demam, dan selang nasogastrik.
Tujuan : Diharapkan volume cairan seimbang
Kriteria evaluasi
a) Masukan dan haluaran seimbang
b) Edema menurun
c) Tidak ada distensi vena jugularis
d) TTV stabil
e) Elektrolit dalam batas normal.
Intervensi
a) Kaji adanya dehidrasi
b) Pantau adanya distensi vena jugularis
c) Kaji ketergantungan edema
d) Ukur masukan, haluaran, dan lingkar abdomen setiap 8 jam
e) Catat konsistensi, warna dan frekuensi defekasi dan urin
f) Pantau elektrolit serum
g) Observasi terhadap tanda ketidakseimbangan natrium dan kalium
h) Pantau TTV tiap 4 jam
i) Kaji terhadap efektivitas / efek sampai diuretik.
3. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya edema.
Tujuan : Diharapkan kerusakan integritas kulit tidak terjadi
Kriteria evaluasi
a) Tidak ada lecet pada kulit
b) Tidak ada kemerahan di atas penonjolan tulang
Intervensi
a) Pijat penonjolan tulang dengan lotion
b) Tinggikan ekstremitas bawah
c) Gunting kuku jari hingga pendek
d) Lakukan perawatan kulit menggunakan lotion.
4. Risiko tinggi terhadap tak efektif pola pernapasan berhubungan dengan asites
Tujuan : Diharapkan pola pernapasan efektif
Kriteria hasil
a) Bebas dispnea dan sianosis
b) AGD dalam batas normal
c) Bunyi nafas vesikuler
d) Acites berkurang
Intervensi :
a) Tinggikan kepala tempat tidur 45 sampai 60 derajat atau sesuai kebutuhan
b) Bantu dan ajarkan pasien untuk berbalik setiap 4 jam
c) Auskultasi paru-paru untuk mendengarkan bunyi napas setiap 4 jam
d) Pantau AGD
e) Kaji terhadap tanda hipoksia
f) Berikan O2 sesuai indikasi.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi
Tujuan : Pengetahuan pasien bertambah
Kriteria hasil
a) Pasien mengekspresikan pengertian mengenai proses penyakit, kebutuhan aturan diet, dan komplikasi.
b) Pasien ikut serta dalam perawatan sendiri ; memperlihatkan keinginan untuk mengubah gaya hidup sesuai kebutuhan.
Intervensi
a) Kaji ulang proses penyakit / prognosis
b) Tekankan pentingnya menghindari alkohol
c) Tekankan pentingnya nutrisi yang baik
d) Tekankan perlunya mengevaluasi kesehatan dan mentaati program terapeutik
e) Diskusikan pembatasan natrium dan garam
f) Anjurkan menghindari infeksi, khususnya ISK
g) Jelaskan pentingnya untuk melakukan aktivitas dan istirahat
h) Berikan dorongan untuk melakukan perawatan tindak lanjut dengan dokter.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. (2000). Hand book for Brunner and Suddarth: Text book of Medical-Surgical Nursing (Yasmin Asih, Penerjemah Philadelphia : PA 19106-3780, USA (Sumber Asli diterbitkan : 1996).
Brunner and Suddarth. (2001). Text Book of Medical – Surgical Nursing (Agung, Penerjemah). Philadelphia : Raven (Sumber Asli diterbitkan : 1997).
Doenges, M. (1999). Nursing Care Planns (I Made, Penerjemah). Philadelphia : F.A. Davis Company. (Sumber Asli diterbitkan : 1993).
Engram, Barbara, (1998). Medical Surgical Nursing Care Planns. Volume 2 (Samba, Penerjemah). Delmar. Advision of Wads Worth (Sumber Asli diterbitkan 1993).
Google. Sirosis Hepatitis. Diambil pada 2 Juli 2008 dari www.google.com, 2008.
Price Sylvia A. (2005). Pathophisiology Consept of Disease Process (Brahm U. Pendit, Penerjemah). Sixth Edition. USA : Mosby Company. (Sumber Asli diterbitkan 1992).
Tucker, S. (1998). Patient Care Standart : Nursing Process, Diagnosa and Outcome. (Yasmin, Penerjemah) Pennsylvania, Mosby. (Sumber Asli diterbitkan 1992).
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar