BAB 2
TERAPI INTRAVENA
2.1 Definisi
Memasang Infus adalah memasukkan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang lama dengan menggunakan infus set. (Protap RSUD Indrasari Kabupaten Indragiri Hulu, 2009)
Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang dirperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk metabolisme dan memberikan medikasi. (Wahyuningsih, 2005 : 68)
2.2 Tujuan Pemberian Terapi Intravena
Memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan kalori, yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat melalui oral.
1. Memperbaiki keseimbangan asam-basa.
2. Memperbaiki volume komponen-komponen darah.
3. Memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh.
4. Memonitor tekanan vena sentral (CVP).
5. Memberikan nutrisi pada saat system pencernaan diistirahatkan (Setyorini, 2006)
2.3 Tipe-tipe cairan
2.3.1 Cairan / larutan yang digunakan dalam terapi intravena berdasarkan osmolalitasnya dibagi menjadi:
1. Isotonik
Suatu cairan/larutan yang memiliki osmolalitas sama atau mendekati osmolalitas plasma. Cairan isotonik digunakan untuk mengganti volume ekstrasel, misalnya kelebihan cairan setelah muntah yang berlangsung lama. Cairan ini akan meningkatkan volume ekstraseluler. Satu liter cairan isotonik akan menambah CES 1 liter. Tiga liter cairan isotonik diperlukan untuk mengganti 1 liter darah yang hilang.
Contoh:
· NaCl 0,9 %
· Ringer Laktat
· Komponen-komponen darah (Alabumin 5 %, plasma)
· Dextrose 5 % dalam air (D5W)
1 Hipotonik
Suatu cairan/larutan yang memiliki osmolalitas lebih kecil daripada osmolalitas plasma. Tujuan cairan hipotonik adalah untuk menggantikan cairan seluler, dan menyediakan air bebas untuk ekskresi sampah tubuh. Pemberian cairan ini umumnya menyebabkan dilusi konsentrasi larutan plasma dan mendorong air masuk ke dalam sel untuk memperbaiki keseimbangan di intrasel dan ekstrasel, sel tersebut akan membesar atau membengkak. Perpindahan cairan terjadi dari kompartemen intravaskuler ke dalam sel. Cairan ini dikontraindikasikan untuk pasien dengan risiko peningkatan TIK. Pemberian cairan hipotonik yang berlebihan akan mengakibatkan:
1. Deplesi cairan intravaskuler
2. Penurunan tekanan darah
3. Edema seluler
4. Kerusakan sel
Karena larutan ini dapat menyebabkan komplikasi serius, klien harus dipantau dengan teliti.
Contoh:
§ dextrose 2,5 % dalam NaCl 0,45 %
§ NaCl 0,45 %
§ NaCl 0,2 %
2 Hipertonik
Suatu cairan/larutan yang memiliki osmolalitas lebih tinggi daripada osmolaritas plasma. Pemberian larutan hipertonik yang cepat dapat menyebabkan kelebihan dalam sirkulasi dan dehidrasi. Perpindahan cairan dari sel ke intravaskuler, sehingga menyebabkan sel-selnya mengkerut. Cairan ini dikontraindikasikan untuk pasien dengan penyakit ginjal dan jantung serta pasien dengan dehidrasi.
Contoh:
§ D 5% dalam saline 0,9 %
§ D 5 % dalam RL
§ Dextrose 10 % dalam air
§ Dextrose 20 % dalam air
§ Albumin 25
2.3.2 Pembagian cairan/larutan berdasarkan tujuan penggunaannya:
1. Nutrient solution
Berisi karbohidrat ( dekstrose, glukosa, levulosa) dan air. Air untuk menyuplai kebutuhan air, sedangkan karbohidrat untuk kebutuhan kalori dan energi. Larutan ini diindikasikan untuk pencegahan dehidrasi dan ketosis.
Contoh:
· D5W
· Dekstrose 5 % dalam 0,45 % sodium chloride
2. Electrolyte solution
Berisi elekrolit, kation dan anion. Larutan ini sering digunakan untuk larutan hidrasi, mencegah dehidrasi dan koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Contoh:
· Normal Saline (NS)
· Larutan ringer (sodium, Cl, potassium dan kalsium)
· Ringer Laktat /RL (sodium, Cl, Potassium, Kalsium dan laktat)
3. Alkalizing solution
Untuk menetralkan asidosis metabolik
Contoh :
· Ringer Laktat /RL
4. Acidifying solution
Untuk menetralkan alkalosis metabolik
Contoh :
· Dekstrose 5 % dalam NaCl 0,45 %
· NaCl 0,9 %
5. Blood volume expanders
Digunakan untuk meningkatkan volume darah karena kehilangan darah/plasma dalam jumlah besar. (misal: hemoragi, luka bakar berat)
Contoh :
· Dekstran
· Plasma
· Human Serum Albumin
2.3.3 Pembagian cairan lain adalah berdasarkan kelompoknya:
1. Kristaloid
Bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera.
Contoh: Ringer-Laktat dan garam fisiologis.
2. Koloid
Ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar dari membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah.
Contoh: albumin dan steroid.
2.4 Tipe-tipe Pemberian Terapi Intravena (Infus)
1. IV push
IV push (IV bolus), adalah memberikan obat dari jarum suntik secara langsung kedalam saluran/jalan infus.
Indikasi :
1) Pada keadaan emergency resusitasi jantung paru, memungkinkan pemberian obat langsung kedalam intravena.
2) Untuk mendapat respon yang cepat terhadap pemberian obat (furosemid dan digoksin).
3) Untuk memasukkan dosis obat dalam jumlah besar secara terus menerus melalui infus ( lidocain, xilocain).
4) Untuk menurunkan ketidaknyamanan pasien dengan mengurangi kebutuhan akan injeksi
5) Untuk mencegah masalah yang mungkin timbul apabila beberapa obat yang dicampur. (Setyorini, 2006 : 7)
2. Continous Infusion (infus berlanjut)
Continoius Infusion dapat diberikan secara tradisional melalui cairan yang digantung, dengan atau tanpa pengatur kecepatan aliran. Infus melalui intravena, intra arteri, dan intra thecal (spinal) dapat dilengkapi dengan menggunakan pompa khusus yang ditanam maupun eksternal. Hal yang perlu dipertimbangkan yatu:
a. Keuntungan
1) Mampu untuk mengimpus cairan dalam jumlah besar dan kecil dengan akurat.
2) Adanya alarm menandakan adanya masalah seperti adanya udara di selang infus atau adanya penyumbatan.
3) Mengurangi waktu perawatan untuk memastikan kecepatan aliran infus.
b. Kerugian
1) Memerlukan selang yang khusus.
2) Biaya lebih mahal
3) Pompa infus akan dilanjutkan untuk menginfus kecuali ada infiltrat.
c. Tanggung jawab perawat
1) Efektivitas penggunaan pengaturan infus secara mekanis sama dengan perawat yang memerlukannya.
2) Perawat harus waspada terhahap terjadinya komplikasi (adanya infiltrat atau infeksi)
3) Ikuti aturan yang diberikan oleh perusahaan yang memproduksi alat tersebut.
4) Lakukan pemeriksaan ulang terhadap kecepatan aliran infus.(Setyorini, 2006)
3. Intermitten Infusion (Infus Sementara)
Infus sementara dapat diberikan melalui heparin lock, “piggy bag” untuk infus yang kontiniu, atau untuk terapi jangka panjang melalui perangkat infus. (Setyorini, 2006 : 9)
2.5 Komplikasi Terapi Intravena (Infus)
· Beberapa komplikasi yang dapat terjadi dalam pemasangan infus:
1. Hematoma, yakni darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum, atau “tusukan” berulang pada pembuluh darah.
2. Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah.
3. Tromboflebitis, atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi akibat infus yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar.
4. Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi akibat masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah
· Komplikasi yang dapat terjadi dalam pemberian cairan melalui infus:
1. Rasa perih/sakit
2. Reaksi alergi (Yuda, 2010)
BAB 3
PROSEDUR TERAPI INTRAVENA
3.1 Peralatan
1. Alas plastik dan handuk kecil
2. Manset tangan; bisa juga digunakan manset sfigmomanometer
3. Kapas alkohol
4. Betadine (1-2 % dalam air, 70 % alkohol)
5. Kain kasa steril
6. Plester dan stiker kosong untuk menulis tanggal pemasangan infus
7. Set infus
8. Jarum infus (abbocath, wing needle/butterfly)
9. Cairan infus
10. Sarung tangan steril (jika memasang infus pada klien yang mengalami penyakit menular, seperti ; hepatitis B, HIV-B, AIDS, dll)
3.1 Prosedur Pemasangan Terapi Intravena
Prinsip pemasangan terapi intravena (infus) memperhatikan prinsip steril, hal ini yang paling penting dilakukan tindakan untuk mencegah kontaminasi jarum intravena (infus).
Langkah-langkah dalam pemasangan terapi intravena (Infus) menurut Susiati (2008), adalah sebagai berikut :
1. Berikan penjelasan kepada pasien menggenai maksud pemasangan IV line, untuk memperoleh persetujuan dan kerja sama pasien. Pasien hendaknya dalam keadaan tenang, dalam kondisi baring atau duduk.
2. Atur posisi pasien senyaman mungkin. Persiapkan lengan yang akan dipasang kanulasi (bila memungkinkan, cari lengan yang tidak dominan).
3. Ciptakan suasana yang mendukung dan bersahabat.
4. Jika kanulasi akan diteruskan dengan pemasangan infus, sedangkan baju pasien agak ketat, maka lepaskan atau longgarkan baju dari lengan pasien.
5. Cuci tangan medikal.
6. Persiapkan set infus
7. Cek aliran infus
8. Dekatkan peralatan (yang telah disiapkan dalam troli injeksi) ke pasien.
9. Kenakan sarung tangan.
10. Letakkan perlak pada bagian bawah lengan.
11. Pasang tourniquet.
12. Identifikasi vena yang layak digunakan.
13. Disinfeksi kulit dengan alkohol swab, sirkuler (biarkan mengering, jangan ditiup).
14. Gunakan kanula steril.
15. Masukkan kanula ke vena (kanulasi) dengan sudut 15-20 derajat.
16. Insersi kanula (IV insertion).
17. Buka tourniquet.
18. Dorong kanula masuk secara perlahan, tarik stilet keluar secara perlahan.
19. Setelah darah tampak keluar, sambungkan dengan IV line.
20. Letakkan kasa steril di bawah kanula, agar jika ada darah yang keluar akan segera diserap.
21. Buang jarum kedalam sharp container.
22. Atur tetesan infus sesuai program terapi dokter.
23. Bersihkan daerah sekitar bekas penusukan dengan kasa steril.
24. Buang kasa kedalam tempatnya.
25. Tutup dengan plaster transparan.
26. Fiksasi dengan plester antialergi dengan cara jangkar.
27. Beri label pada :
27.2Botol infus ; cantumkan (tanggal, bulan, tahun, mulai dan selesai pemberian infus)
27.3Set infus ; cantumkan (jam, tanggal, bulan, dan nama pemasang infus).
28. Rapikan alat seperti semula.
29. Cuci tangan
30. Dokumentasikan kedalam catatan perkembagan pasien.
3.3 Hal-hal yang perlu diperhatikan ( kewaspadaan)
1. Ganti lokasi tusukan setiap 48-72 jam dan gunakan set infus baru
2. Ganti kasa steril penutup luka setiap 24-48 jam dan evaluasi tanda infeksi
3. Observasi tanda / reaksi alergi terhadap infus atau komplikasi lain
4. Jika infus tidak diperlukan lagi, buka fiksasi pada lokasi penusukan
5. Kencangkan klem infus sehingga tidak mengalir
6. Tekan lokasi penusukan menggunakan kasa steril, lalu cabut jarum infus perlahan, periksa ujung kateter terhadap adanya embolus
7. Bersihkan lokasi penusukan dengan anti septik. Bekas-bekas plester dibersihkan memakai kapas alkohol atau bensin (jika perlu)
8. Mendokumentasikan waktu pemberian, jenis cairan dan tetesan, jumlah cairan yang masuk, waktu pemeriksaan kateter (terhadap adanya embolus), serta reaksi klien (terhadap cairan yang telah masuk
3.4 Tempat/ lokasi vena perifer yang sering digunakan pada pemasangan infus
Vena supervisial atau perifer kutan terletak di dalam fasia subcutan dan merupakan akses paling mudah untuk terapi intravena. Vena-vena tersebut diantaranya adalah :
1. Metakarpal
2. Sefalika
3. Basilika
4. Sefalika mediana
5. Basilika mediana
6. Antebrakial mediana
3.5 Pemilihan Vena
1. Vena tangan paling sering digunakn untuk terapi IV rutin
2. Vena lengan depan : periksa dengan teliti kedua lengan sebelum keputusan dibuat, sering digunakan untuk terapi rutin
3. Vena lengan atas : juga digunakan untuk terapi IV
4. Vena ekstremitas bawah : digunakan hanya menurut kebijakan institusi dan keinginan dokter
5. Vena kepala : digunakan sesuai dengan kebijakan institusi dan keinginan dokter ; sering dipilih pada bayi
6. Insisi : dilakukan oleh dokter untuk terapi panjang
7. Vena subklavia : dilakukan oleh dokter untuk terapi jangka panjang atau infus cairan yang mengiritasi (hipertonik)
8. Jalur vena sentral: digunakan untuk tujuan infus atau mengukur tekanan vena sentral
q Contoh Vena sentral adalah : v. subkalvia, v. jugularis interna/eksterna, v. sefalika atau v.basilika mediana, v. femoralis, dll.
9. Vena jugularis : biasanya dipasang untuk mengukur tekanan vena sentral atau memberikan nutrisi parenteral total (NPT) jika melalui vena kava superior.
10. Vena femoralis : biasanya hanya diguakan pada keadaan darurat tetapi dapat digunakan untuk penempatan kateter sentral untuk pemberian NTP.
11. Pirau arteriovena (Scribner) : implantasi selang palastik antara arteri dan vena untuk dialisis ginjal
12. Tandur (bovine) : anastomoisis arteri karotid yang berubah sifat dari cow ke sistem vena ; biasanya dilakukan pada lengan atas untuk dialisis ginjal
13. Fistula : anastomoisis bedah dari arteri ke vena baik end atau side to side untuk dialisis ginjal
14. Jalur umbilikal : rute akses yang biasa pada UPI neonates
Tabel. 1. Pertimbangan dasar dalam pemilihan sisi (vena)
No
Jenis Vena
Keuntungan
Kerugian
1.
Vena Perifer
· Cocok untuk kebanyakan obat dan cairan isotonik
· Cocok untuk terapi jangka pendek
· Biasanya mudah untuk diamankan
· Tidak cocok untuk obat-obatan yang mengiritasi
· Tidak cocok untuk terapi jangka panjang
· Sukar untuk diamankan pada pasien yang agitasi
2.
Vena Sentral
· Cocok untuk obat-obatan yang mengiritasi atau cairan hipertonik
· Cocok untuk terapi jangka panjang
· Obat-obatan harus diencerkan
· Resiko komplikasi yang berhubungan dengan pemasangan kateter vena sentral, seperti infeksi, hemothoraks, pneumothoraks.
· Tidak disukai karena bisa terganggu oleh pasien (namun masih mungkin)
3.6 Faktor yang mempengaruhi pemilihan sisi (vena)
1. Umur pasien : misalnya pada anak kecil, pemilihan sisi adalah sangat penting dan mempengaruhi berapa lama IV berakhir.
2. Prosedur yang diantisipasi : misalnya jika pasien harus menerima jenis terapi tertentu atau mengalami beberapa prosedur seperti pembedahan, pilih sisi yang tidak terpengaruh oleh apapun
3. Aktivitas pasien : misalnya gelisah, bergerak, takbergerak, perubahan tingkat kesadaran
4. Jenis IV : jenis larutan dan obat-obatan yang akan diberikan sering memaksa tempat-tempat yang optimum (mis, hiperalimentasi adalah sangat mengiritasi vena-vena perifer)
5. Durasi terapi IV : terapi jangka panjang memerlukan pengukuran untuk memelihara vena; pilih vena yang akurat dan baik, rotasi sisi dengan hati-hati, rotasi sisi pungsi dari distal ke proksimal (mis, mulai di tangan dan pindah ke lengan)
6. Ketersediaan vena perifer bila sangat sedikit vena yang ada ,pemilian sisi dan rotasi yang berhati – hati menjadi sangat penting ; jika sedikit vena pengganti ( mis ,pemasangan kateter broviac atau hickman atau pemasangan jalur PICC )
7. Terapi Ivsebelumnya :flebitis sebelumnya membuat vena menjadi tidak baik untuk di gunakan ; kometerapi sering membuat vena menjadi buruk (mis,mudah pecah atau sklerosis )
8. Pembedahan sebelumnya : jangan gunakan ekstremitas yang terkena pada pasien dengan kelenjar limfe yang telah di angkat (mis, pasien mastektomi ) tanpa izin dari dokter .
9. Sakit sebelumnya :jangan gunakan ekstremitas yang sakit pada pasien dengan stroke .
10. Kesukaan pasien : jika mungkin ,pertimbangkan kesukaan alami pasien untuk sebelah kiri atau kanan dan juga sisi .
3.7 Perhitungan Tetesan Infus
1. Tetesan Makro : 1cc = 15 tetes
· Rumus :
Tetesan/menit = Jumlah cairan yang dimasukkan (cc)
Lamanya infus (jam) x 4
2. Tetesan Mikro : 1cc = 60 tetes
· Rumus :
Tetesan/menit = Jumlah cairan yang dimasukkan (cc)
Lamanya infus (jam)
2 komentar :
hehehehe
bbb
Posting Komentar